Gue ya Gue, siapa elo?

Senin, 26 November 2012

Puisiku :)))


Sembilan
Oleh: Anggun Setiana

Aku mengagumimu dari dulu
Sejak kau bangunkan aku dari rasa sakitku
Kau tawarkan aku cinta
Aku menjaganya sepenuh hati
                Hingga karang ambruk karna ombak
Jangan kau koyak hati ini
Berdiamlah disitu
Bisikkan itu hanya angin
Dewi-dewi itu iblis yang menjelma

Puisiku :))


Angan
Oleh: Anggun Setiana

Ketika angin menggerakkan gorden itu
Sesekali terdengar bisikan bersahutan
Sedang kuda besi masih lalu lalang

            Sejam kemudian...
Dua jam kemudian...
Tiga jam kemudian...
Selalu terdengar kereta datang
Memotong segala anganku

            Angan dalam sepi
Angan dalam perantauan
Angan dalam angan

                Pena ini terhenti
                Huruf-huruf telah terangkai
                Dan angan berhenti
                Ketika potret wajahmu dalam dekapan

Puisiku :)

Jarak Waktu Tuhan

Oleh: Anggun Setiana


Lukisan salib itu terpatri di dinding rumahmu
Sajadah ini terlipat rapi dikamarku
Aku punya ALLAH
Dan kau punya ALLAH
Lalu...
Dimana perbedaan kita? 

Tiga tahun yang lalu 
Kau bukan siapa-siapa bagiku
Bahkan aku tak seberapa mengenalmu 
Jarak membuat kita tak saling bertemu pandang 
Hanya suaramu yang kudengar 
Dan syair lagu yang kerap kau lantunkan dari seberang sana

Cemas, curiga, rindu... 
Takut kalau-kalau kau lupa aku 
Percaya... 
Meski jarak 
Meski waktu 
Dan perbedaan kita 
Kita akan menyatu

Puisiku

Tasbihku Bukan Rosariomu


Kamu tentu tahu tak mungkin tasbih dan rosario bersatu
Dan kau harus tahu tak mungkin kalung salib itu melingkar di leherku
Dan tak akan ku paksa kau untuk mengenakan sajadah itu
Tentu kita harus tahu memang kita berbeda

        1 Januari 1 Syawal atau bahkan 25 Desember
        Tak mungkin satu waktu
        Tak mungkin satu biasa
        Tak mungkin ada ketupat saat tahun baru
        Tak mungkin ada pohon natal saat idul fitri
        Tak mungkin ada takbir dan tak mungkin ada santa klaus dalam ruang dan waktu yang sama

 Hidup dalam keegoan masing-masing
Yang ku mau hanya dirimu
Dan yang kau inginkan hanya diriku
Tapi selama ada dua hari raya, dua kiblat, dan dua jalan
Cinta kita bak cinta tak bertuan


                                                                                                             With Love Anggun Setiana

Minggu, 30 September 2012

Karya Anggun :)

“ Si Gajah yang Serakah dan Si Kera yang Baik Hati “


Pada suatu pagi yang cerah, terlihat sekawanan gajah sedang santai menikmati hijaunya rerumputan dipinggir hutan. Tidak jauh dari sana ada dua ekor kera yang sedang asyik bermandikan segarnya air sungai.
Pada suatu hari dua ekor kera tersebut sedang memantau pohon pisang.
“Tidak lama lagi pisang itu akan masak” Kata Kera A
“Iya, kira-kira berapa lama?” Tanya Kera B
“Mungkin dua hari lagi.” Jawab Kera A
“Lama sekali, aku sudah tidak sabar ingin memakannya.” Sahut Kera B
“Bersabarlah, dua hari lagi kita kesini lagi, buah pisang itu kan masak dan   rasanya pasti lebih enak.” Jawab Kera A dengan bijak.
“Baiklah, kita akan kesini mengambilnya dua hari lagi, tapi bagaimana jika ada yang mendahului kita?” tanya Kera B dengan cemas.
“Tenanglah, bukankah hanya kita yang mengetahui tempat ini, jarang sekali penghuni hutan ini yang kemari.” Jawab Kera A
“Apa kau yakin?” Tambah Kera B
“Sudahlah, jika ada yang mengambilnya lebih dulu, mungkin memang pisang itu bukan hak kita”. Jawab Kera A
“Tapi....kan....”. Gerutu Kera B
“Sudah, ayo kita pergi, dan datang kesini dua hari lagi” Ajak Kera A
“Baiklah”. Jawab Kera B dengan kesal.
Dan kedua ekor kera itu berlalu meninggalkan tempat itu. Tanpa mereka sadari bahwa ada seekor gajah yang sejak tadi memantau gerak-gerik kedua ekor kera tersebut.
“Hahaha, dasar kera-kera bodoh, ada makanan enak seperti itu malah ditinggal begitu saja, besok aku akan kesini lagi dan mengambilnya lebih dahulu, hahaha.” Kata Si Gajah.

Kemudian gajah itu berlalu juga meninggalkan tempat itu menuju kawanannya.
Siang itu cuaca panas sekali, tidak seperti hari-hari biasanya,mungkin karena musim kemarau akan segera datang. Siang itu diatas pohon yang rindang dua ekor kera yang bersahabat ini sedang asyik bergelantungan di dahan sambil memakan buah jambu merah yang segar  kesukaannya,  selain buah pisang tentunya.
“Buah pisang itu sudah masak belum ya?” Tanya Kera B
“Dua hari lagi.” Jawab Kera  A sambil mengunyah buah jambu.
“Aku tidak sabar ingin memakannya, ayo kita lihat buah pisang itu.” Tambah Kera B
“Habiskan jambu itu, barulah besok kita kesana.” Bujuk Kera A
“Tidak, sekarang juga aku harus kesana dan melihat pisang itu. Jangan-jangan ada yang mencurinya.” Pikir Kera B
“Baiklah, jika itu mau mu,pergilah ! aku disini saja”. Jawab Kera A
Lalu Kera B berlalu meninggalkan Kera A yang sedang asyik menikmati buah jambu.
Tidak berapa lama kemudian Kera B sudah tiba ditempat dimana pohon pisang itu berada. Betapa terkejutnya Kera B ketika ia melihat buah pisang itu diambil oleh Si Gajah.
“Hahaha, akhirnya pisang ini milikku, lumayan untuk makan siang, bosan juga makan rumput tiap hari.” Kata Si Gajah
“Hey, kau gajah gendut, kembalikan pisang kami !” Teriak Kera B
“Hahaha, enak saja, aku yang mengambilnya lebih dahulu, jadi pisang ini milikku.” Timpal Si Gajah
“Tidak bisa, kami yang lebih dahulu mengetahui pohon pisang itu, jadi kami yang lebih berhak.” Tegas Kera B
“Baiklah. Begini saja, bagaimana kalau pisang ini kita bagi dua saja?” Bujuk Si Gajah
“Emmm....” Kera B sedang berpikir
“ Sudah, jangan terlalu lama berpikir, atau aku berubah pikiran, mau atau tidak?” Desak Si Gajah.
“Tidak, aku tidak mau. Tidak semudah itu kau membodohiku. Kalau aku membagi pisang itu denganmu, pasti aku hanya dapat bagian sedikit saja, kau kan serakah dan makanmu juga banyak. Lalu, pasti sahabatku juga tidak akan dapat bagian, padahal dia yang memberitahuku pohon pisang ini.
“Hahaha...ya sudah, pisang ini milikku, ambil saja kalau kau bisa.” Ejek Si Gajah
“Huh sial.” Desah Kera B

Kemudian Si Gajah berlalu membawa pisang itu. Kemudian Kera B buru-buru pergi meninggalkan tempat itu dan memberitahu Kera A tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Alangkah terkejutnya Kera B ketika sampai dipohon rindang tempat Kera A beristirahat tadi.
“Kemana dia padahal ada hal penting yang harus aku ceritakan?” Pikir Kera B
Kemudian Kera B tertidur didahan karena panas dan lelahnya hari ini.
“Pagi yang cerah sekali, sungguh indah. ” Kata Kera A
Kera B pun seketika terbangun.
“Kapan kau kembali?” tanya Kera B
“Semalam.” Jawab Kera A sambil tersenyum
“Ada hal yang ingin aku ceritakan padamu” Kata Kera B
“Apa? masalah pisang?” Tanya Kera A
“Iya, tapi ini bukan masalah....” Jelas Kera B belum selesai bercerita
“Iya, aku sudah tahu, Si Gajah mengambil pisang milik kita bukan?” Sela Kera A
“Kau sudah tahu? Darimana?” Jawab Kera B dengan penasaran
“Sudah itu tidak penting, yang terpenting saat ini adalah bahaya kemarau yang sudah mulai mengancam kita, sumber makanan  mulai berkurang, dan sumber-sumber air pun mulai kering.” Jelas Kera A
“Lalu bagaimana nasib kita, saudara-saudara kita?  pasti sebentar lagi terjadi kekacauan, semua ingin menang sendiri, tidak ada yang saling peduli lagi.” Papar kera B dengan cemas
“ Tenanglah.” Bujuk Kera A
“Kau selalu menyuruhku tenang, padahal kau tahu kita sedang mengalami masalah besar.” Gerutu Kera B
“Baiklah, mungkin aku harus meceritakan semuanya padamu agar kau tenang, tapi berjanjilah kau tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun?” Tutur Kera A
“Baiklah, aku berjanji”. Jawab Kera B
“Sebenarnya ketika kita menemukan pohon pisang itu, aku sudah tahu kalau Si Gajah serakah itu mengintai kita. Apa kau ingat bahwa kita sering kehilangan cadangan makanan kita? Itu adalah ulah Si Gajah serakah itu.” Jelas Kera A
“Kenapa kau tidak memberitahuku, kalau begitu kita harus membalas perbuatan gajah serakah itu.” Jawab Kera B dengan menggebu-gebu
“Sudahlah, itu tidak baik, yang penting kita sudah tahu pelakunya. Ayo ikutlah denganku?” Ajak Kera A
“Baiklah.” Sahut Kera B

       Kemudian Kera A mengajak sahabatnya itu masuk kedalam sebuah gua, disana terdapat ratusan tandan pisang, dan Kera A pun menjelaskan bagaimana caranya sehingga ia dapat mengumpulkan pisang sebanyak itu. Dan betapa terkejutnya Kera B akan kegigihan sahabatnya itu, bahkan ia sendiri tidak sempat membantu bahkan memikirkan hal itu, Kera B pun sangat gembira dan kagum dengan tindakan sahabatnya itu. Setiap siang hingga malam Kera A mengumpulkan pisang-pisang dari segala penjuru dihutan itu, itu semua ia lakukan agar ia, sahabatnya, dan kawanannya tidak kelaparan jika musim kemarau telah datang.
Musim kemarau benar-benar datang, rumput-rumput yang tadinya hijau kini berubah menjadi kuning, tanah yang tadinya subur kini menjadi gersang, dan air sungai yang tadinya mengalir deras kini kering kerontang. Bahkan banyak binatang dihutan itu yang kelaparan dan akhirnya mati, yang masih bertahanpun kian lama semakin berkurang karena berpindah ketempat lain.
Siang itu kedua kera yang bersahabat itu sedang asyik bergelantungan sambil menikmati pisang milik mereka. Tidak lama kemudian lewatlah Si Gajah yang serakah itu, berjalan melewati kedua kera itu.
“Hai Gajah gendut, sedang apa kau disini? Hahaha” Ejek Kera B ambil melempar kulit pisang
“Dasar kera sialan! Apa urusanmu?” Lontar Si Gajah
“Pasti kau kelaparan, kasian sekali kau, hahaha” Tambah Kera B
“Itu kau sudah tahu, tidak usah banyak bicara kalau kau tidak bisa membantuku”. Jawab Si Gajah
“Tenanglah Gajah, kami bisa membantumu.” Tengah Kera A
“Apa? Kau yakin kita akan membantunya?” Sahut Kera B sambil melotot pada Kera A
“Tentu saja, bukankah kita memiliki persediaan makanan yang sangat banyak, jika hanya kita yang memakannya lama akan habisnya, dan lama-lama bisa busuk.” Jelas Kera A
“Iya aku mengerti, bukankah dia sudah jahat terhadap kita? Dan dia jugalah yang telah mengambil makanan kita selama ini,  kau lupa?” Jelas Kera B
“Iya, aku tidak lupa, bukankah kita harus menolong yang membutuhkan bantuan kita, bukankah kita harus berbagi”. Papar  Kera A
“Iya, memang benar.” Jawab Kera B sambil mengangguk dan menyesali perkataannya.
“Nah, satu lagi, ingat pesan orang tua kita dahulu, janganlah kamu terus-menerus mengingat keburukan orang lain, karena mungkin suatu saat orang yang kita perlakukan secara buruk akan membantu kita dikemudian hari.” Tambah Kera A
Kemudian kedua kera bersahabat itu membagi makanannya pada Si Gajah. Sejak saat itu hingga musim terus berganti, kedua kera itu bersahabat dengan Si Gajah.



Sabtu, 17 Maret 2012

Believe or not?

kau katakan padaku, "jangan risau"
kau bilang padaku, "mungkin dalam hal ini (keyakinan) aku yang mengalah."
kau berjanji padaku, "03 juli 2018,kita akan mengikat janji suci kita."
Sekarang aku hanya bisa berkata padamu, "aku akan percaya kamu, meski aku tahu ujian hubungan kita ini sangat sulit."
kita sering mengucapakan ini bersama "you and me together forever"
entah harus percaya atau tidak itu akan benar-benar nyata, yang pasti kita akan saling berusaha agar itu terwujud.
Amin.

Kamis, 24 November 2011

Hampir Sama Dengan Kisahku


Cinta dalam Perbedaan Keyakinan : Sebuah Hubungan Tanpa Prospek?

Antara cinta dan perbedaan keyakinan. Sebenarnya sudah lama terpikir untuk menulis tentang hal ini, namun selalu bingung dari mana harus memulainya. Sebelumnya saya minta maaf jika sebagian pihak mungkin menganggap tulisan saya ini nyerempet SARA, tetapi saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya ingin memandang secara global tentang hal yang sudah lazim terjadi, bahkan mungkin salah satu atau beberapa blogger yang kebetulan mampir dan membaca tulisan ini sedang atau setidaknya pernah mengalaminya.
Kebetulan weekend kemarin ada seorang kawan yang bertandang ke kost. Seorang lelaki, tak terlalu tampan menurutku, namun nampaknya memiliki suatu pesona tersendiri di mata para wanita. Dari sekian wanita yang menemani petualangan hidupnya beberapa tahun belakangan ini, baik sebagai kekasih ataukah hanya TTM (pinjam istilahnya RATU), sebagian besar menganut keyakinan berbeda.
Bahkan sempat ia menjalin suatu hubungan yang serius, juga dengan wanita yang berbeda agama. Suatu saat ia mengutarakan niat tulusnya pada orangtua sang gadis untuk mempersunting sang gadis. Lalu apa jawab sang ayah? Beginilah kira-kira, “Saya suka dengan kamu, sikap kamu. Saya suka anak saya menjalin hubungan dengan pria seperti kamu. Saya sebenarnya mau anak saya menikah denganmu, tapi saya tak mau anak saya ikut keyakinan yang kamu anut. Kalau kalian masih tetap mau menikah silakan saja, tapi jangan pernah injakkan kaki lagi di rumah ini”. Suatu jawaban yang tenang, tanpa emosi, tapi sungguh menusuk perasaan. Dan akhirnya, hubungan merekapun berakhir atas nama perbedaan keyakinan. Setelah hubungannya dengan sang gadis berakhir, ia terpuruk. Ia tak lagi ingin berkomitmen dalam satu hubungan. Mungkin menurutnya suatu komitmen akan sangat menyakiti jika harus berakhir.
Dalam petualangan hidupnya, ia kembali dekat dengan salah seorang wanita yang dulu pernah menjadi kekasihnya. Hanya sebatas dekat, tapi tanpa komitmen. Dan lagi-lagi suatu cinta dalam perbedaan keyakinan. Lama sudah mereka menjalani hubungan seperti itu. Saya yakin sebenarnya ada cinta diantara mereka, apalagi dulu mereka sempat menjalin kasih. Yang saya lihat sang wanita sebenarnya mengharapkan sesuatu yang lebih dari sang pria, tapi apalah daya, sang pria sudah terlanjur malas dengan komitmen.
Lalu apa yang mereka cari dari hubungan itu? Sempat sang wanita bertanya, “Jika tak ada masa depan dalam sebuah hubungan, apakah tak juga ada harapan?”. Apakah benar suatu hubungan yang dibangun diatas pilar perbedaan keyakinan adalah sebuah hubungan yang tak memiliki prospek masa depan?
Seperti yang kita tahu, tujuan dari hubungan sepasang kekasih adalah hidup bersama dalam ikatan pernikahan. Mengenai pernikahan beda agama, saya ingin memandang secara global, tidak dari sudut pandang suatu agama saja. Menurut suatu artikel yang pernah saya baca, ada empat cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu meminta penetapan pengadilan, perkawinan dilakukan menurut agama masing-masing, penundukan sementara pada salah satu hukum agama dan menikah di luar negeri.
Jadi sebenarnya cinta dalam perbedaan keyakinan memiliki prospek. Banyak cara yang bisa ditempuh. Banyak pasangan beda agama yang menikah dan sampai sekarang rumah tangga mereka baik-baik saja. Ada yang memilih untuk tetap pada agama dan keyakinan masing-masing, ada pula yang memilih untuk salah satu berpindah ke keyakinan pasangannya. Toh negara juga sebenarnya tak secara tegas melarang pernikahan beda agama. Larangan tersebut tidak datang dari negara melainkan dari agama. Sepanjang ada pengesahan agama, catatan sipil mencatat sebuah perkawinan akan mencatat sebuah pernikahan. Sepanjang tidak ada pengesahan agama, tidak mungkin catatan sipil mencatat sebuah perkawinan.
Oleh karenanya cara yang paling populer dilakukan adalah menikah menurut agama masing-masing dan penundukan sementara pada satu agama. Pastinya tak ada (atau mungkin sangat jarang) seseorang mau berpindah dari agama yang telah sekian lama dianutnya . Jika tak ada yang mau mengalah, maka jalan satu-satunya adalah menikah menurut agama masing-masing, menurut agama mempelai pria terlebih dulu, baru kemudian menurut agama mempelai wanita. Atau kalau tak ingin repot menikah 2 kali, jalan yang ditempuh adalah penundukan sementara pada satu agama. Mengapa sementara? Karena biasanya setelah menikah dengan tatacara satu agama, mereka kembali ke keyakinan semula. Yang penting sudah mendapat pengakuan negara, habis perkara.
Menurut saya tak sesederhana itu. Dari awal caranya saja, bukankan sadar atau tidak cara seperti itu adalah salah satu bentuk permainan terhadap agama. Sementara saja menganut ajaran suatu agama hanya demi pengakuan negara, lalu kembali ke keyakinan asal. Bukankah terlihat seperti kurang menghargai kesucian suatu agama, baik yang dianut maupun agama pasangannya. Lalu bagaimana nanti dalam kehidupan selanjutnya, dimana dituntut harus selalu bertoleransi menghargai keyakinan yang dianut pasangannya, setiap detik seumur hidupnya. Belum lagi tentang anak, yang dibingungkan dengan perbedaan diantara kedua orangtuanya, yang membuat anak juga bingung mengenai keyakinan yang harus dianutnya.
Kalau akhirnya salah satu ada yang mengalah, lalu mengikuti keyakinan pasangan, biasanya mengakibatkan adanya kerenggangan hubungan dengan keluarga. Seperti pada cerita saya diatas, saat teman saya melamar gadisnya, dimana sang ayah menyiratkan akan adanya pemutusan hubungan keluarga jika anaknya ikut keyakinan sang pria. Belum lagi menyangkut hubungan dengan Tuhannya. Suatu dilema memang, benar juga di satu sisi kalau dikatakan “Namanya juga sudah jodoh, jadi memang itu (baca : pindah agama) jalan yang harus ditempuh, kan jodoh Tuhan yang atur”. Betul memang, jodoh Tuhan yang atur. Tetapi apakah harus dengan mengorbankan agama dan kepercayaan yang selama ini dianut? Apakah dengan meninggalkan ajaran Tuhan yang selama ini amat dicintai, yang dipercayai telah memberikan jodohnya?
Jadi menurut saya, hubungan berbeda agama bukannya tidak memiliki prospek, hanya terlalu rumit. Mengenai prospek, semua kemungkinan pasti ada, tinggal bagaimana cara yang ditempuh untuk mengupayakannya. Tetapi, terlalu besar pengorbanan yang harus diberikan demi cinta kepada manusia jika harus merelakan hilangnya cinta kepada Tuhan. Jadi lebih baik dari awal hubungan itu dihindari saja. Selagi belum terlanjur, apalagi kata orang cinta itu buta. Wihhh, susah deh. Jadi lebih baik semakin menambah cinta pada Tuhan, jadi takkan mudah kehilangan cinta pada Nya. Bagaimana menurut Anda?

http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=124525554312896